nusakini.com-- Mengenai investasi infrastruktur, sudah saat ini kini tidak hanya mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN atau APBD) namun harus bertransformasi untuk memprioritaskan swasta terlebih dahulu, sebelum APBN atau APBD.

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Yusid Toyib saat memberikan arahan dalam Diskusi Terbatas “Menjaring Potensi Proyek Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU) di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut)” di Manado, Kamis (13/10). 

Menurutnya, masuknya peran swasta pada investasi infrastruktur akan sangat berpengaruh dalam menciptakan inovasi dan akselerasi kemajuan pembangunan infrastruktur di Indonesia, hal ini akan menjadi salah satu tolok ukur peningkatan laju perekonomian Indonesia.

Pernyataan tersebut sesuai dengan yang pernah dikatakan Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas pada Juli 2016 lalu yang menegaskan untuk menggerakkan roda perekonomian nasional tidak bisa sepenuhnya dilakukan oleh pemerintah sendiri namun perlu keterlibatan swasta, bahkan di negara-negara lain di dunia rata-rata berperan antara 22 persen, dan yang tertinggi sampai 40 persen. 

Berdasarkan data Bappenas, kebutuhan anggaran untuk pembangunan infrastruktur hingga 2019 mencapai Rp 4.796,2 triliun, termasuk pembiayaan infrastruktur di bawah Kementerian PUPR sebesar Rp 1.915 triliun. Hal tersebut tidak bisa hanya dibiayai dengan dana APBN atau APBD saja karena ketersediaan pendanaan fiskal pemerintah hanya mencapai 41,3 persen dari kebutuhan tersebut, dan sementara sisa pendanaan diharapkan berasal dari partisipasi BUMN sebesar 22,2 persen dan swasta sebesar 36,5 persen. 

Pemerintah pun terus mengupayakan menarik minat swasta untuk berinvestasi dengan memberikan berbagai fasilitas. “Terdapat dukungan pendanaan (fiskal) bagi proyek-proyek KPBU, seperti Land Fund, Infrastructure Fund, dan Guarantee Fund. Serta menyiapkan beberapa fasilitas lain guna mempercepat proyek-proyek KPBU, antara lain Project Development Services dan Viability Gap Fund,” ujar Yusid. 

Agar skema KPBU berhasil dan sesuai harapan, pemerintah pun telah membentuk Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI), PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI), PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII) serta Badan Layanan Umum Pusat Investasi Pemerintah (BLU-PIP). 

Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono melalui Kepmen PUPR Nomor 691.2/2016, menunjuk Direktorat Bina Investasi Infrastruktur sebagai Simpul KPBU di Kementerian PUPR dan diharapkan akan lebih banyak proyek infrastruktur yang terealisasi dengan cepat, efektif dan efisien. 

Sementara itu untuk pendukung kebijakan di daerah, Kementerian Dalam Negeri sedang merancang peraturan tentang kerja sama antara pemerintah daerah (pemda) dengan swasta atau badan daerah melalui skema Availability Payment (AP). Dalam skema AP tersebut Pemda melakukan angsuran kepada badan usaha yang telah membangun proyek infrastruktur melalui kontrak kerja sama yang ditandatangani. Upaya ini merupakan akselerasi pembangunan infrastruktur melalui KPBU di daerah yang selaras dengan amanat Perpres 38/2015 tentang KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur. 

Beberapa proyek di Sulawesi Utara yang potensial di-KPBU-kan diantaranya, pembangunan jalur kereta api Manado-Bitung, termasuk kereta listrik di perkotaan kawasan pesisir, proyek energi baru terbarukan yang didominasi panas bumi geothermal, Bendungan Kuwil yang dapat dimanfaatkan untuk PLTA, pembangunan Manado Marina Bay, kebutuhan Pembangunan SPAM, serta konsep multi moda untuk penghubung kepulauan di Sulawesi Utara, dan lainnya. (p/ab)